Zainal Arifin (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA Universitas Sebelas Maret)
“Revolusi hijau tidak hanya tentang menemukan sumber energi baru, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memanfaatkan apa yang sudah ada dengan cara yang lebih bijaksana dan berkelanjutan. Dengan menjadikan ampas jahe sebagai sumber energi, kita tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah dan bersih. Mari kita dukung inovasi ini dan bergerak bersama menuju era energi terbarukan yang ramah lingkungan”
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah telah lama dikenal sebagai salah satu penghasil rempah terbesar di dunia. Sejak zaman kuno, kepulauan nusantara ini telah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, menarik perhatian para pedagang dari berbagai belahan dunia. Salah satu rempah yang menonjol dari kekayaan hayati Indonesia adalah jahe (Zingiber officinale). Jahe bukan hanya penting dalam kuliner lokal, tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan medis yang tinggi. Tanah subur dan iklim tropis Indonesia menciptakan kondisi ideal untuk budidaya jahe, menjadikan negara ini sebagai salah satu produsen utama jahe di pasar global.
Setiap tahunnya, berbagai daerah di Indonesia memanen jahe dalam jumlah besar, yang kemudian diproses untuk berbagai keperluan, mulai dari bumbu masakan hingga bahan obat tradisional. Budidaya jahe telah menjadi bagian integral dari kehidupan petani lokal, memberikan mereka mata pencaharian yang berkelanjutan. Namun, produksi jahe yang melimpah ini juga menghasilkan limbah dalam jumlah yang signifikan, seperti ampas jahe dari proses ekstraksi dan pengolahan.
Di tengah keberlimpahan ini, muncul pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan limbah jahe secara optimal untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar. Jawabannya datang dari bidang inovasi teknologi hijau, yang melihat potensi besar dalam penggunaan limbah jahe sebagai bahan dasar untuk biobaterai. Penelitian terbaru oleh Senthilkumar, K., Chandru, R., dan Harrish, J. (2023) telah menunjukkan bahwa limbah jahe memiliki kemampuan untuk menghasilkan tegangan listrik yang signifikan, membuka jalan bagi penggunaan biobaterai yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Bahaya baterai berbahan kimia
Baterai dalam bentuk Sel kering (dry cell) adalah salah satu jenis baterai yang banyak digunakan dalam perangkat elektronik portabel seperti remote TV, jam dinding, dan mainan anak-anak. Meskipun banyak digunakan, sel kering memiliki beberapa kekurangan yang signifikan sehingga mendorong penelitian dan pengembangan alternatif seperti penggunaan ampas jahe untuk solusi baterai yang lebih ramah lingkungan. Baterai jenis ini mengandalkan reaksi kimia antara seng dan mangan dioksida, dengan pasta elektrolit yang terdiri dari MnO2, NH4Cl, dan ZnCl2. Meskipun efektif dalam menyimpan dan menyediakan energi listrik, sel kering mengandung logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium, dan nikel (Wahyuni et al., 2020). Logam-logam ini dikenal berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Jika baterai tidak didaur ulang dengan benar, logam berat tersebut dapat mencemari tanah dan air, menyebabkan risiko kesehatan yang serius.
Gambar 1 Struktur sel kering pada baterai
Banyak pengguna baterai membuang sel kering yang telah habis masa pakainya ke tempat sampah biasa. Tindakan ini menambah jumlah Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun Rumah Tangga (SB3-RT) yang bisa menimbulkan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan jika tidak dikelola dengan baik. Pembuangan sembarangan baterai ini juga berarti bahwa logam-logam berbahaya masuk ke lingkungan, memperparah masalah polusi tanah dan air.
Produksi sel kering juga memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Penambangan dan pengolahan bahan-bahan seperti seng, mangan, dan karbon memerlukan energi yang besar dan menghasilkan limbah beracun. Lebih jauh lagi, ketergantungan pada bahan baku yang tidak dapat diperbarui ini tidak berkelanjutan. Pada akhirnya, cadangan bahan baku tersebut akan habis, sehingga perlu dicari alternatif yang lebih berkelanjutan.
Dari segi kinerja, sel kering memiliki kapasitas penyimpanan energi yang terbatas dan sering kali kurang efisien dibandingkan dengan teknologi baterai yang lebih baru. Akibatnya, baterai ini perlu sering diganti, yang pada gilirannya menghasilkan lebih banyak limbah. Sel kering juga rentan terhadap kebocoran elektrolit yang korosif, yang dapat merusak perangkat elektronik dan menimbulkan risiko kesehatan jika cairan tersebut kontak dengan kulit.
Keunggulan baterai dari ampas jahe
Sebagai solusi atas berbagai kekurangan sel kering, penggunaan ampas jahe sebagai bahan dasar biobaterai menawarkan berbagai keuntungan. Ampas jahe adalah bahan alami yang dapat diperbarui dan lebih ramah lingkungan. Penggunaannya dapat mengurangi ketergantungan pada bahan baku tak terbarukan dan berbahaya, sekaligus membantu mengurangi limbah organik yang mungkin hanya dibuang begitu saja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Senthilkumar et al., 2023 menunjukkan potensi penggunaan limbah jahe sebagai bahan dasar biobaterai yang mampu menghasilkan tegangan listrik yang signifikan. Penelitian ini memaparkan bahwa ekstrak jahe dapat digunakan sebagai elektrolit dalam biobaterai, di mana hasil pengamatan menunjukkan bahwa variasi volume ekstrak jahe (350 ml, 450 ml, dan 550 ml) mampu menghasilkan tegangan stabil hingga sekitar 0,5 V setelah beberapa hari penggunaan. Grafik pada gambar 2 mendukung teori bahwa biobaterai berbasis jahe bisa menjadi solusi alternatif yang ramah lingkungan untuk penyimpanan energi, mengurangi ketergantungan pada baterai konvensional yang mengandung logam berat berbahaya.
Gambar 2 Pengamatan tegangan untuk perubahan volume elektrolit
Penelitian Ansari et al., 2004 menemukan bahwa jahe (Zingiber officinale) mengandung mineral seperti seng, mangan, besi, dan tembaga. Kandungan mineral seng lebih dari 50 μg g⁻¹, mangan lebih dari 200 μg g⁻¹, tembaga lebih dari 50 μg g⁻¹, dan besi lebih dari 400 μg g⁻¹. Kandungan mineral ini memiliki potensi untuk mengalirkan ion positif dan negatif, menghasilkan arus listrik yang dapat diandalkan.
Seng (Zn) merupakan komponen penting dalam banyak jenis baterai karena kemampuannya melepaskan elektron dengan mudah, menjadikannya kandidat ideal untuk anoda dalam biobaterai. Anoda adalah elektroda negatif tempat oksidasi terjadi, dan dengan adanya seng, proses ini dapat berjalan dengan efisien.
Selain seng, ampas jahe juga mengandung mangan (Mn), mineral yang sangat berharga dalam pembuatan katoda. Dalam baterai konvensional, mangan dioksida (MnO2) sering digunakan karena kemampuannya menerima elektron dan mengalami reduksi, sehingga menciptakan arus listrik. Kehadiran mangan dalam jahe memungkinkan penggunaan ampas jahe dalam proses elektrokimia serupa, meningkatkan potensi jahe sebagai bahan katoda yang efisien.
Tidak hanya seng dan mangan, ampas jahe juga kaya akan besi (Fe). Besi memiliki sifat konduktivitas yang baik dan mampu meningkatkan proses transfer elektron dalam biobaterai. Konduktivitas yang baik sangat penting untuk efisiensi keseluruhan baterai, dan besi dalam ampas jahe dapat berperan signifikan dalam hal ini.
Tembaga (Cu) yang terdapat dalam ampas jahe juga berkontribusi terhadap konduktivitas listrik. Tembaga dikenal karena kemampuan konduktivitas listriknya yang sangat tinggi, yang dapat meningkatkan efisiensi baterai. Dalam biobaterai, tembaga bisa digunakan dalam elektroda atau sebagai katalis dalam reaksi elektrokimia, membantu mempercepat proses transfer elektron dan meningkatkan kinerja keseluruhan baterai.
Selain kandungan mineral, ampas jahe juga mengandung berbagai senyawa organik dan bioaktif seperti polifenol, flavonoid, dan gingerol. Senyawa-senyawa ini berperan sebagai mediator redoks yang dapat meningkatkan reaksi elektrokimia. Dalam konteks biobaterai, senyawa organik ini membantu meningkatkan stabilitas dan kinerja baterai dengan cara mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalamnya.
Struktur fibrosa dari ampas jahe juga memberikan manfaat tambahan. Struktur ini dapat berfungsi sebagai kerangka atau matriks untuk elektrolit, memungkinkan pergerakan ion yang lebih efektif di dalam elektrolit. Pergerakan ion yang lancar sangat penting untuk efisiensi transfer muatan dalam baterai, dan struktur fibrosa dari ampas jahe mampu mendukung hal ini dengan baik.
Peluang dan tantangan dalam pengembangan biobaterai ampas jahe
Secara keseluruhan kombinasi berbagai mineral dan senyawa organik dalam ampas jahe menjadikannya bahan yang sangat potensial untuk pengembangan biobaterai. Pemanfaatan ampas jahe sebagai bahan dasar biobaterai tidak hanya membantu mengurangi limbah organik, tetapi juga menawarkan solusi energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Potensi elektrokimia dari mineral-mineral yang terkandung dalam jahe, ditambah dengan senyawa organik bioaktifnya, menjadikan ampas jahe sebagai bahan dasar yang efisien dan inovatif untuk masa depan energi terbarukan.
Dengan demikian transformasi limbah ampas jahe menjadi baterai ramah lingkungan merupakan langkah inovatif menuju masa depan yang lebih hijau. Pendekatan ini menawarkan solusi yang lebih aman dan berkelanjutan untuk penyimpanan energi, mengatasi berbagai kelemahan sel kering konvensional, dan membuka jalan bagi perkembangan teknologi baterai yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Transformasi limbah ampas jahe menjadi baterai ramah lingkungan adalah contoh nyata bagaimana inovasi bisa menjadi solusi bagi berbagai masalah sekaligus. Ini adalah langkah konkret menuju masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Kita perlu terus mendukung penelitian dan pengembangan di bidang ini, serta mendorong kebijakan yang memfasilitasi penerapan teknologi ramah lingkungan.
Meskipun penelitian dan pengembangan biobaterai berbasis limbah jahe menunjukkan potensi yang besar, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi untuk mewujudkan teknologi ini secara komersial dan luas. Tantangan-tantangan ini meliputi aspek teknis, ekonomi, dan logistik, yang semuanya harus dikelola dengan baik agar biobaterai dapat menjadi alternatif yang viable dan berkelanjutan bagi baterai konvensional.
- Skalabilitas Produksi
Produksi biobaterai dalam skala besar merupakan tantangan utama. Meskipun penelitian laboratorium menunjukkan hasil yang menjanjikan, mengembangkan proses produksi yang efisien dan konsisten dalam skala industri memerlukan investasi besar dalam infrastruktur dan teknologi. Proses ekstraksi, pemurnian, dan pengolahan limbah jahe harus dioptimalkan untuk memastikan kualitas dan kinerja yang konsisten dari setiap unit biobaterai.
- Efisiensi dan Daya Tahan
Meskipun biobaterai berbasis limbah jahe dapat menghasilkan tegangan yang signifikan, efisiensi dan daya tahannya perlu ditingkatkan agar dapat bersaing dengan baterai konvensional. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dan mengoptimalkan reaksi elektrokimia yang terjadi dalam biobaterai, serta meningkatkan stabilitas dan masa pakai baterai ini.
- Biaya Produksi
Biaya produksi biobaterai harus kompetitif dengan baterai konvensional agar dapat diterima di pasar. Biaya ini mencakup bahan baku, proses manufaktur, dan distribusi. Meskipun bahan dasar dari limbah jahe mungkin lebih murah, proses konversi menjadi biobaterai yang efisien dan tahan lama mungkin memerlukan teknologi dan bahan tambahan yang meningkatkan biaya.
- Pengumpulan dan Pengolahan Limbah Jahe
Mengumpulkan limbah jahe dalam jumlah besar dan mengolahnya secara efisien adalah tantangan logistik yang signifikan. Proses ini membutuhkan sistem pengumpulan yang terorganisir serta fasilitas pengolahan yang mampu menangani volume limbah yang besar tanpa merusak lingkungan.
- Peraturan dan Standar
Pengembangan biobaterai juga harus mematuhi berbagai peraturan dan standar yang berlaku. Ini mencakup aspek keamanan, performa, dan dampak lingkungan dari produk akhir. Mendapatkan persetujuan regulasi bisa menjadi proses yang memakan waktu dan mahal, tetapi sangat penting untuk memastikan bahwa produk aman digunakan dan memenuhi standar industri.
- Kesadaran dan Penerimaan Pasar
Kesadaran dan penerimaan pasar terhadap biobaterai berbasis limbah jahe juga merupakan tantangan. Meskipun ada minat yang meningkat terhadap produk ramah lingkungan, mengubah kebiasaan konsumen dan industri untuk beralih dari baterai konvensional ke biobaterai memerlukan upaya edukasi dan promosi yang signifikan.
- Dukungan Penelitian dan Pengembangan
Dukungan dari pemerintah, akademisi, dan industri sangat penting untuk mendorong penelitian dan pengembangan biobaterai. Pendanaan, kolaborasi penelitian, dan kebijakan yang mendukung inovasi teknologi hijau dapat membantu mengatasi berbagai tantangan dalam pengembangan biobaterai berbasis limbah jahe.
Secara keseluruhan, meskipun ada banyak tantangan dalam pengembangan biobaterai berbasis limbah jahe, potensi manfaatnya yang besar untuk lingkungan dan industri energi terbarukan menjadikannya usaha yang layak dikejar. Dengan kolaborasi yang kuat antara peneliti, industri, dan pemerintah, serta inovasi berkelanjutan, tantangan-tantangan ini dapat diatasi untuk menciptakan solusi energi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Ansari, T. M., Ikram, N., Najam-ul-Haq, M., Fayyaz, I., Fayyaz, Q., Ghafoor, I., & Khalid, N. (2004). Essential Trace Metal (Zinc, Manganese, Copper and Iron) Levels in Plants of Medicinal Importance. Journal of Biological Sciences, 4(2), 95–99. https://doi.org/10.3923/jbs.2004.95.99
Senthilkumar, K., Chandru, R., & Harrish, J. (2023). Generation of bio-energy using sugar digestive vegetable wastes and performance study under various conditions in bio-battery. Biomass Conversion and Biorefinery, 0123456789. https://doi.org/10.1007/s13399-023-04590-2
Wahyuni, S. E., Widiyatun, F., & Huda, D. N. (2020). Studi Awal Analisis Variasi Massa Jahe Terhadap Daya Listrik. Newton-Maxwell Journal of Physics, 1(1), 1–6. https://doi.org/10.33369/nmj.v1i1.14289