Oleh : Zainal Arifin (Mahasiswa S3 Pendidikan IPA Universitas Sebelas Maret)
“Bayangkan seorang petani masa depan yang dapat dengan cepat dan akurat memonitor tanaman mereka dari jarak jauh, mengidentifikasi hama dengan kecerdasan buatan, dan mengendalikan nutrisi tanaman dengan presisi yang luar biasa. Ini bukanlah ilusi, ini adalah potensi nyata yang ditawarkan oleh nanoteknologi dalam pertanian. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah kita telah mempersiapkan generasi ini untuk menggabungkan teknologi canggih ini dalam praktik pertanian mereka? Tantangan global dalam ketahanan pangan dan perubahan iklim telah mendorong inovasi nanoteknologi ke dalam sektor pertanian. Namun, pertanyaan yang kami hadirkan adalah, apakah generasi muda kita telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan teknologi canggih ini? Dalam opini ini, kami akan menjelajahi urgensi integrasi nanoteknologi dalam kurikulum sekolah untuk menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan pertanian modern dan menggantikan paradigma pertanian konvensional dengan pendekatan yang cerdas dan berkelanjutan.”
Peluang dan Tantangan Pertanian di Indonesia
Pertanian memiliki peran signifikan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Indonesia sebagai negara agraris memiliki luas lahan sebesar 200 juta hektar, dengan 25% diantaranya digunakan untuk kegiatan pertanian. Peran penting pertanian dalam ekonomi nasional tercermin dari kontribusinya pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 15,4%.
Namun pada tahun 2022, terjadi penurunan produktivitas padi sekitar 0,64%, mencapai angka 52,38%. Reduksi produksi ini mungkin disebabkan oleh rendahnya adopsi teknologi di kalangan petani yang belum sejalan dengan panduan yang disarankan. Meskipun berbagai inovasi teknologi pertanian presisi telah diperkenalkan, namun perkembangan prinsip agronomi dan ekologi untuk mengoptimalkan rekomendasi masukan di tingkat pertanian lokal umumnya tertinggal. Situasi ini menjadi keprihatinan karena penurunan berkelanjutan dalam produksi beras dapat berpotensi menyebabkan krisis pangan (Bernadi, Ivan Pramudhana, 2023).
Kegiatan pertanian utamanya fokus pada tanaman pangan dan hortikultura, terutama dalam bentuk budidaya lahan terbuka. Manajemen pertanian lahan terbuka ini sangat terkait dengan perubahan iklim dan kondisi lingkungan. Metode-metode konvensional yang umumnya digunakan dalam pertanian terbukti kurang efektif karena bergantung pada input yang besar dan tidak memadai untuk mengatasi tantangan industri pertanian. Pendekatan konvensional ini melibatkan penggunaan sumber daya secara ekstensif, termasuk tanah dan modal, serta peningkatan penggunaan bahan kimia seperti pupuk, pestisida, herbisida, dan sebagainya. Sayangnya, praktik ini telah menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, mencemari tanah, air tanah, dan bahkan memberikan dampak kesehatan yang serius bagi komunitas petani.
Andri Prima Nugroho, Ph.D. Peneliti di bidang Informatika Pertanian UGM mengatakan bahwa tantangan yang dihadapi dalam kegiatan pertanian melibatkan keterbatasan sumber daya alam, modal, dan pengetahuan terhadap teknologi. Alih fungsi lahan menjadi pemukiman juga menjadi masalah, mengakibatkan penurunan lahan yang tersedia. Sementara itu, pertumbuhan populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat dengan laju rata-rata 3 juta jiwa per tahun menambah kompleksitas masalah. Oleh karena itu, diperlukan sistem pertanian yang optimal dan produksi yang maksimal untuk mengatasi tantangan tersebut di Indonesia.
Dengan mempertimbangkan tantangan ini, saatnya yang tepat untuk mengadopsi teknologi modern dan pintar dalam sektor pertanian. Konsep Pertanian Presisi dan Pertanian Lingkungan Terkendali mengusulkan pendekatan ideal yang bertujuan untuk mencapai produksi maksimum dengan menggunakan sumber daya secara optimal. Ilmu nano-bioteknologi menjadi alat progresif dan utama dalam membawa transformasi revolusioner dalam industri pertanian, memenuhi konsep impian pertanian presisi untuk menciptakan lahan pertanian yang berkelanjutan. Bab ini menyoroti kepentingan dan ruang lingkup nanoteknologi, serta aplikasinya di berbagai aspek pertanian, termasuk pertanian presisi, biosintesis dan sifat bahan nano, nanobiosensor, sistem pengiriman pupuk nano yang cerdas, serta penggunaan pupuk hayati dan pestisida nano.
Nanoteknologi dalam Pertanian Presisi: Transformasi Menuju Pertanian yang Lebih Cerdas
Revitalisasi pertanian telah mendorong kemajuan pesat dalam bidang pertanian presisi, dan nanosensor menjadi pionir dalam perubahan ini. Teknologi nanosensor membuka pintu bagi pemantauan yang sangat sensitif dan akurat dalam praktik pertanian, menciptakan peluang luar biasa untuk peningkatan hasil dan praktik pertanian yang berkelanjutan.
Pertanian presisi didasarkan pada sensor pintar yang menggunakan nanosensor untuk mengenali virus tanaman, hama, dan tingkat nutrisi di dalam tanah. Dengan pendekatan ini, pengawasan di lapangan menjadi real-time dan komprehensif. Para petani dapat dengan cepat mengidentifikasi masalah yang muncul dan mengambil tindakan yang sesuai. Praktik pertanian presisi berbasis nanosensor membuka pintu bagi pertanian yang lebih efisien dan responsif.
Selain itu, nanobiosensor telah dikembangkan untuk menganalisis pupuk, herbisida, insektisida, patogen, dan tekstur tanah. Ini berkontribusi pada peningkatan hasil tanaman dalam pertanian presisi, dengan memungkinkan penggunaan input pertanian yang lebih efisien dan mengurangi limbah. Dengan bantuan nanosensor, petani dapat mengoptimalkan praktik pertanian mereka dan berkontribusi pada ketahanan pangan global.
Salah satu contoh penggunaan nanosensor adalah dalam mendeteksi virus keriting daun kuning tomat (Tomato Yellow Leaf Curl Virus, TYLCV) pada tanaman tomat yang terinfeksi. Nanobiosensor digunakan untuk tujuan ini, mengandalkan teknik resonansi plasmon permukaan lokal berdasarkan nanopartikel emas (Au). Dengan pendekatan ini, nanosensor mampu mendeteksi adanya virus dengan sangat akurat, membantu petani untuk mengisolasi dan mengatasi infeksi sebelum merusak tanaman secara luas.
Peran sekolah dalam memberikan motivasi tentang Nanoteknologi pada Pertanian Presisi
Saya memahami kekhawatiran pembaca tentang penggunaan kata “ilusi” dalam stimulus sebelumnya. Kata tersebut digunakan secara metaforis untuk menggambarkan potensi teknologi nanoteknologi dalam pertanian yang mungkin terlihat sebagai hal yang sulit diimajinasikan atau hanya sebuah ide, padahal sebenarnya sudah ada dalam perkembangan teknologi pertanian. Dalam konteks sebenarnya, sekolah tidak mengajarkan “ilusi,” tetapi seharusnya mengajarkan pengetahuan yang didasarkan pada fakta dan teknologi yang nyata, termasuk penggunaan nanoteknologi dalam pertanian.
Dalam kelas, pembelajaran harus didasarkan pada ilmu pengetahuan yang valid dan fakta yang relevan. Nanoteknologi adalah bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan memiliki potensi besar dalam bidang pertanian dan banyak bidang lainnya. Oleh karena itu, di sekolah, siswa seharusnya diajarkan tentang perkembangan teknologi nanoteknologi dalam pertanian yang telah terjadi dan yang mungkin mereka terapkan dalam dunia nyata.
Kurikulum Merdeka memberikan jalan kepada para pendidik untuk merencanakan dan mengolah kelas nya dengan bebas, perubahan paradigma pengajaran dari konvensial menjadi lebih aplikatif berbasis penyelesaian permasalahn global menjadi tantangan tersendiri bagi guru dan siswa.
Nanoteknologi merupakan materi yang baru dituliskan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia sebab sebelumnya materi ini tidak diajarkan kepada siswa SMA/SMK sehingga kajian mengenai nanoteknologi pada jenjang sekolah menengah belum begitu jelas dalam implementasinya. Seharusnya pada jenjang inilah potensi para siswa digali dengan dibekali pengatahuan tentang konsep dan aplikasi nanoteknologi dalam bidang pertanian, tujuannya agar siswa menjadi sadar dan memikirkan pentingnya mempelajari nanoteknologi sehingga pada pendidikan tinggi para siswa sudah memiliki dasar yang kuat dalam mengembangkan teknologi ini.
Sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan generasi muda untuk memahami, mengintegrasikan, dan memanfaatkan potensi teknologi nano dalam pertanian. Berikut beberapa peran kunci sekolah dalam mengenali potensi nanoteknologi dalam pertanian:
- Pengajaran dan Kesadaran
Sekolah dapat menjadi pusat pendidikan dan kesadaran mengenai teknologi nanosensor dalam pertanian presisi. Pendidik dapat mengintegrasikan mata pelajaran yang mencakup teknologi nanosensor dalam kurikulum mereka, dan mengajar siswa tentang prinsip-prinsip dasar, aplikasi, dan potensi teknologi ini dalam pertanian.
- Kolaborasi antara guru dan para ahli
Guru tentu saja tidak mungkin memahami semua konsep tentang nanoteknologi akan tetapi sekolah bisa melakukan kolbari dengan pihak terkait dalam pengajaran nanoteknologi. Guru mungkin bisa menjelaskan materi nanosensor dalam pembelajaran, namun akan menjadi lebih bermakna apabila siswa juga mampu memikirkan tentang potensi teknologi nano pada bidang pertanian.
- Proyek Kolaboratif
Sekolah dapat mendorong siswa untuk terlibat dalam mini proyek kolaboratif yang melibatkan penggunaan nanosensor dalam praktik pertanian. Ini dapat menciptakan pengalaman nyata yang mendukung pemahaman mereka tentang teknologi ini. Proyek ini tentu saja tidaklah mudah sebab tidak mungkin sekolah bisa mempersiapkan berbagai bahan dan alat yang dibutuhkan, namun proyek ini bisa dilakukan dengan membuat sebuah prototipe yang mirip dengan alat asli dalam nano sensor. (*)