Dituding Penyalahgunaan ADD dan Tidak Transparan, Kades Sandik Berikan Klarifikasi

Dituding Penyalahgunaan ADD dan Tidak Transparan, Kades Sandik Berikan Klarifikasi

Lombok Barat, suararinjani.com – Desa Sandik, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, tengah disorot publik terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa yang tidak transparan dan melanggar wewenang.

Abdul Mujib, tokoh masyarakat, dan Doni Aprianto, tokoh pemuda setempat, mengungkapkan kronologi dan temuan-temuan mencurigakan yang melibatkan pengelolaan dana desa tersebut.

Menurut Abdul Mujib, masyarakat Desa Sandik ingin agar pemerintah desa lebih transparan dalam pengelolaan dana desa.

“Kami ingin tahu kemana saja dana desa yang diselewengkan,” kata Abdul Mujib, didampingi Doni Aprianto, kepada Suara Rinjani, Jum’at (21/03).

Abdul Mujib juga menyebutkan bahwa Anggaran Dana Desa (ADD) sekitar Rp 3 miliar per tahun, sedangkan BUMDES mendapatkan suntikan dana sekitar Rp 120 juta per tahun dari ADD.

Selain itu, Abdul Mujib juga mengungkapkan beberapa kejanggalan dalam pengelolaan dana desa, seperti pembelian alat pembakar sampah seharga Rp 250 juta yang tidak pernah digunakan, pemberian izin pungutan-pungutan kepada perusahaan seperti PT Indohome tanpa transparansi, serta pembangunan bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Lebih lanjut, Abdul Mujib menjelaskan bahwa Kepala Desa Sandik tidak pernah memberikan informasi yang jelas tentang penggunaan dana desa dan tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana desa.

“Kami juga menemukan adanya indikasi penyimpangan dana desa dan BUMDES,” tegasnya.

Sedang, menurut Doni Aprianto, beberapa kejanggalan lainnya juga ditemukan, seperti indikasi penarikan sewa bangunan (Rumah) yang dibangun dari Program PNPM Mandiri, indikasi pemotongan kegiatan TPA Desa Sandik selama kegiatan TPO dilaksanakan, ketidakjelasan tentang izin pemasangan antena/gardu Indi Home yang terletak di depan SDN 1 Sandik, serta tidak ada transparansi dalam mengangkat/merekrut perangkat desa.

Selain itu, Doni Aprianto juga mengungkapkan bahwa terdapat indikasi penyewaan tanah SDN 3 Sandik yang tidak transparan. Namun, dalam audiensi dengan Kepala Desa Sandik, Kepala Desa menjelaskan bahwa tidak pernah menyewakan lahan tersebut.

“Malah, Kepala Desa telah berkoordinasi dengan BPMD untuk pemanfaatan tanah kosong. Staf desa, BQ Erica, juga telah bersurat untuk melakukan pembongkaran kios/tempat jualan yang dibuat dengan setengah permanen di atas tanah tersebut,” jejasnya.

Doni Aprianto menambahkan bahwa pengangkatan Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Sandik tidak sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Lombok Barat Nomor 9 Tahun 2017.

“Pengangkatan Sekdes harus berasal dari staf atau Kaur Desa bersangkutan melalui mekanisme pansel, bukan dari pihak luar staf,” katanya.

Doni juga mengungkapkan bahwa pendapatan dana desa hanya Rp 8 juta per tahun, namun ada program desa yang membutuhkan dana hingga ratusan juta. “Ini tidak masuk akal,” ujarnya.

Kedua tokoh tersebut juga menyebutkan bahwa pihaknya telah melaporkan temuan-temuan ini ke Inspektorat Kabupaten Lombok Barat dan Kejaksaan Negeri Kota Mataram.

“Kami ingin agar ada transparansi dalam pengelolaan dana desa dan jika ada penyimpangan, maka harus segera diproses hukum,” tegas Doni.

Pada Senin (24/03) Suara Rinjani melakukan konfirmasi langsung kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Sandik terkait tuduhan pengelolaan dana desa yang tidak transparan.

Kades Sandik, H. Abdul Rahman, didampingi Sekretaris Desa Muhammad Muaidi, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengelolaan dana desa secara transparan.

Menurut H. Abdul Rahman, pihaknya telah memasang baliho setiap tahun untuk memperlihatkan penggunaan dana desa. Selain itu, pihak desa juga telah mengadakan musyawarah desa untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan pada tahun berikutnya.

Mengenai seleksi atau pansel perangkat desa, H. Abdul Rahman membantah bahwa tidak pernah melakukan pansel sejak tahun 2017.

“Kita tidak mempansel perangkat desa, karena perangkat desa kita masih lengkap,” katanya.

Namun, H. Abdul Rahman juga menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pansel untuk mengangkat perangkat desa.

“Kami telah melakukan pansel untuk mengangkat perangkat desa. Namun, untuk operator atau staf, kami tidak perlu melakukan pansel karena mereka ditunjuk berdasarkan kebutuhan desa,” tandasnya.

Terkait dengan pengelolaan APBDes, H. Abdul Rahman menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan perangkat desa yang ada di desa untuk mengelola proyek-proyek infrastruktur.

“Kita menggunakan perangkat desa yang ada di desa untuk mengelola proyek-proyek infrastruktur. Sistemnya adalah swakelola, bukan tender,” tegasnya.

Selain itu, Kepala Desa Sandik mengatakan mengenai tanah Pemda yang ada di SD, kami memberikan izin kepada masyarakat untuk membuat tempat berjualan sebagai bentuk kepedulian kami. Tempat berjualan tersebut dikelola oleh BUMDES. Namun, belum ada ketentuan yang jelas mengenai besaran biaya sewa yang harus dibayarkan oleh masyarakat.

“Oleh karena itu, kami berencana untuk mengajukan permohonan hak guna pakai kepada Pemda, sehingga tanah tersebut dapat digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan berjualan. BUMDES akan mengelola dan mengurus masyarakat yang menggunakan tempat berjualan tersebut,” katanya.

Mengenai pendapatan, H. Abdul Rahman menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Desa (PAD) tahun 2025 adalah Rp 8 juta dan untuk tahun 2024 kemarin sebesar Rp 25 juta. Selain itu, pihak desa juga memiliki pendapatan lain dari hasil usaha desa dan penyewaan aset desa.

H. Abdul Rahman juga membantah tuduhan nepotisme dalam pengelolaan dana desa. “Bukan karena ipar atau apa yang saya tunjuk untuk kerja, karena masyarakat kami sendiri yang punya CV, yang punya PT. Saya melihat karena masyarakat saya, bukan karena dia beripar atau apa,” ungkapnya.

Terkait dengan status desa persiapan, H. Abdul Rahman menjelaskan bahwa desa persiapan masih belum definitif.

“Kami masih menunggu keputusan dari pemerintah kabupaten untuk menentukan status desa kami,” ujarnya.

Terkait dengan alat pembakar sampah, H. Abdul Rahman menjelaskan bahwa alat tersebut masih nganggur, tetapi pihak desa telah menganggarkan dana untuk mengoperasikan alat tersebut pada tahun ini.

“Alat pembakar sampah tersebut bukanlah tempat pembuangan sampah, melainkan sebagai solusi terakhir untuk mengelola sampah yang tidak bisa dikelola lagi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa alat tersebut dikembangkan bekerja sama dengan pihak Universitas Mataram (UNRAM) dan memiliki fungsi ganda, termasuk pengolahan biogas.

“Kami sudah melakukan pengelolaan dana desa secara transparan dan akuntabel,” pungkasnya.

Sekretaris Desa Sandik, Muhammad Muaidi, menambahkan anggaran desa untuk tahun 2024 dan 2025 telah ditetapkan.

“Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES) Sandik untuk tahun 2024 sebesar Rp2.945.887.685,79, dengan belanja desa sebesar Rp2.934.421.764,00, dengan surplus sebesar Rp11.465.921,79,” terangnya. (bgs)

 

Bagikan Berita

Share this post