Lombok Barat suararinjani.com – Episode buntut dari proses hukum yang dilaporkan pemilik tanah di kawasan Batu Bolong Desa Batulayar Barat Kecamatan Batulayar Lombok Barat, akhirnya menyeret sejumlah deretan nama warga berprofesi PKL yang diduga melakukan penyerobotan tanah, terancam pasal 385 KUHP. Karenanya, Ketua Komisi lV DPRD Lombok Barat meminta proaktif pemerintah setempat terhadap PKL yang sudah di vonis bersalah tersebut.
Ketua Komisi lV DPRD Lombok Barat Lalu Irwan mengatakan, mengenai kasus sengketa lahan antara warga dan salah seorang oknum pengusaha asal Mataram di proses ranah hukum. Oknum yang mengklaim bahwa pihaknya dirugikan karena haknya sebagai pemilik tanah yang sah telah direbut kuasanya oleh pihak lain.
“Kami berharap kepada Pemda setempat agar segera hadir guna memberi proteksi sekaligus perlindungan terhadap masyarakat yang buta terhadap permasalahan hukum,” tegasnya Jumat (26/05).
Untuk itu kata Lalu Irwan, peran Pemda dengan langkah taktis menjadi sangat penting untuk melakukan pendekatan mediasi terhadap kedua pihak dalam menyelesaikan permasalahan yang dimaksud. Terlebih, dimana sebelumnya perwakilan warga mendatangi Kantor Bupati menuntut keadilan terhadap sejumlah warga tersebut.
Sebanyak tujuh orang warga yang kesehariannya berjualan di lokasi Pantai Duduk lV tersebut, dilaporkan dan didakwa atas tuduhan melakukan pemanfaatan lahan tampa izin dan telah divonis penjara 14 Hari dari 3 Bulan tuntutan Jaksa.
“Kejadian ini adalah bukti penjajahan terhadap masyarakat itu masih terjadi seperti di Desa Batu Layar Barat, Lombok Barat,” ungkap dia.
Lebih lanjut kata dia, munculnya sertifikat atas nama salah satu pengusaha asal Mataram di lahan sekitar 29 are tersebut, menjadi.lokasi tempat masyarakat Pantai Duduk lV Batu Layar, merupakan akar dari semua persoalan.yang mempidanakan masyarakat dan dijadikan dasar hukum untuk menjajah hak orang lain.
Masyarakat yang berdagang di Pantai tersebut mengetahui tanah tersebut merupakan tanah negara yang.dikelola oleh Pemerintah Desa. Masyarakat memanfaatkan lahan tersebut untuk berdagang bahkan sejak tahun 2005, mendapat izin dari Pemdes dan membayar pajak ke Pemerintah Daerah.
“Di lahan tersebut,Pemerintah desa juga mengucurkan dana sekitar 500 juta untuk menata lahan yang dulunya adalah.muara tersebut seperti penimbunan, pembuatan lapak, dan sebagainya, ” jelasnya.
Bahkan di lahan tersebut berdiri aset daerah yakni bangunan Disperindag yang dibangun tahun 2019 dengan anggaran hampir 200 juta. Sehingga memperkuat keyakinan masyarakat bahwa itu tanah negara. Tetapi Tahun 2022 lalu, 7, masyarakat dilaporkan dengan dasar sertifikat yang katanya keluar tahun 2014 atas nama pengusaha tersebut.
BPN Lobar harus bertanggungjawab, karena telah mengeluarkan sertifikat di lahan yang juga merupakan sepadan pantai itu.Di sisi yang lain, katanya Bahrudin. Pemerintah Daerah Lombok Barat seolah-olah cuci tangan di atas penderitaan rakyat hari ini.
“Terkesan Pemda Lombok Barat lepas tangan dan membiarkan masyarakat bertarung sendiri menghadapi kekuasaan pemodal di meja hukum,” kesalnya. (W@N)