Masyarakat Sembalun Minta Regulasi Pengelolaan Pintu Masuk Rinjani Secara Mandiri

Masyarakat Sembalun Minta Regulasi Pengelolaan Pintu Masuk Rinjani Secara Mandiri

Lombok Timur suararinjani.com – Masyarakat Sembalun dan para pelaku wisata yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS) dan Asosiasi Pengusaha Pendaki Rinjani (APPR) menyampaikan aspirasi mendesak Pemerintah Daerah untuk segera menerbitkan regulasi yang memungkinkan pengelolaan pintu pendakian Gunung Rinjani oleh masyarakat Sembalun secara mandiri.

Tuntutan ini dilatar belakangi kekecewaan para Pelaku wisata terhadap praktik pengelolaan yang dinilai tidak adil dan menghambat pembangunan Pariwisata berkelanjutan di wilayah Sembalun, khususnya di  kawasan Gunung Rinjani.

Ketua SMPS, Handanil SH, mengungkapkan bahwa keputusan untuk keinginan mengelola sendiri Pintu pendakian Sembalun muncul akibat adanya dominasi kelompok tertentu yang bersikap eksklusif dan tidak mendukung visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Kelompok yang disebut “ATOS” ini dinilai hanya fokus pada keuntungan kelompoknya sendiri tanpa memperhatikan dampak positif bagi keberlanjutan wisata di Rinjani.

“Jadi teman-teman Sembalun itu memutuskan untuk pisah wilayah atau mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun. Hal ini diputuskan karena ada  kelompok tertentu yaitu ATOS yang selalu membuat diri eksklusif karena memiliki anggota banyak dan mendominasi dalam hal mengelola wisatawan asing yang melakukan pendakian.” ujar Handanil kepada awak media, saat ditemui, Rabu (09/04).

Lebih lanjut, Handanil menjelaskan bahwa keinginan untuk mengelola mandiri pendakian juga didorong oleh harapan untuk meningkatkan kualitas wisata di Sembalun yang merupakan jalur utama pintu masuk pendakian ke Gunung Rinjani.

“Selama ini teman-teman di Senaru hanya masih menjual Rinjani dengan harga yang sangat murah dengan focus pada kuantitas sehingga tidak pernah merasa cukup terkait dengan kuota pendakian”, terangnya.

Ia menambahkan  kalau selama ini Pintu masuk Sembalun dianggap paling ramai pendakinya. Akan tetapi jika di gali lebih dalam, faktanya justru lebih banyak menguntungkan pelaku Wisata dari wilayah Senaru. Sehingga  tidak memberikan dampak apapun terhadap masyarakat Sembalun yang berujung pencemaran lingkungan.

Handanil menyayangkan bahwa Forum Wisata Lingkar Rinjani (FWLR) yang seharusnya menjadi wadah pemersatu kelompok – kelompok wisata lintas kabupaten, justru kerap diwarnai kericuhan yang dipicu oleh kelompok yang sama.

Oleh karena itu, pengelolaan mandiri diyakini menjadi solusi untuk mewujudkan Sembalun dan Gunung Rinjani sebagai destinasi wisata premium dengan harga yang layak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

“Artinya, kami mengharapkan pemerintah Daerah Lombok Timur mengeluarkan regulasi. nanti tentunya yang dapat melindungi masyarakat yaitu selaku pelaku usaha wisata di Sembalun sendiri”, imbuhnya.

Dengan demikian, tujuannya beberapa tahun ke depan akan berdampak kepada semua pelaku wisata mulai dari penginapan, restoran, sopir, ojek, porter dan guide. Sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan pengusaha baru dan para pelaku wisata secara merata baik di jasa tour maupun di pelayanan wisata lainnya.

SMPS juga menekankan pentingnya dukungan Pemerintah daerah terhadap konsep pariwisata berkelanjutan di Rinjani. Menurut Handanil, wisata murah meriah cenderung lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibandingkan manfaatnya, terutama terkait dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Pendaki Rinjani (APPR), Hamka Abdul Malik, turut menyampaikan dukungannya terhadap penegakan aturan yang tegas oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Ia meminta TNGR untuk menindak tegas para pelaku usaha yang memaksa pendakian ilegal dan tidak patuh terhadap regulasi yang berlaku.

“Kami minta pihak Taman Nasional tegas untuk menindak tegas para pelaku usaha yang memaksa pendakian ilegal. Jadi jangan sampai ada tumpang tindih, jangan sampai ada tekanan dari kelompok-kelompok tertentu. Itu harus tegas menegakkan aturan karena ini akan menjadi preseden buruk untuk penegakan aturan ke depan dan mewujudkan Rinjani menjadi wisata premium yang berkelanjutan,” kata Hamka.

APPR berharap agar pemerintah Lombok Timur dapat mewujudkan pengelolaan pintu pendakian Sembalun secara mandiri demi memberdayakan pengusaha lokal. Selain itu, APPR juga mendesak TNGR untuk memberikan sanksi yang tegas dan adil kepada para pelanggar aturan pendakian.

“Harapannya apa yang kami perjuangkan ini nanti dapat diwujudkan oleh pemerintah Lombok Timur yaitu untuk mengelola pintu pendakian Sembalun untuk memperdayakan pengusaha lokal”, tandasnya.

Ia juga berharap petugas  Taman Nasional sesegera mungkin untuk memberikan sangsi kepada para pendaki yang selalu melanggar atau tidak taat kepada aturan. Agar tidak terkesan  tebang pilih, yang lain ditindak tegas kemudian yang lain karena dianggap banyak tekanan lalu dibiarkan.

Aspirasi dari SMPS dan dukungan dari APPR ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Daerah dan pihak TNGR untuk segera mengambil langkah konkret dalam menata pengelolaan pariwisata Gunung Rinjani demi terwujudnya wisata yang berkualitas, berkelanjutan, dan memberikan manfaat yang adil bagi seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Sembalun. (Yt)

Bagikan Berita

Share this post